Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Guru Dalam Perspektif Merdeka Belajar: Belajar dari Ki Hajar Dewantara

Guru Dalam Perspektif Merdeka Belajar: Belajar dari Ki Hajar Dewantara

 





Selasa, 15 September 2020

Oleh :

Dr. Iwan Syahril, Ph.D.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

 

Alhamdulillaah, pada hari Selasa, 15 September 2020, Dr. Iwan Syahril, Ph.D., Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah memberikan gambaran tentang Guru Dalam Perspektif Merdeka Belajar: Belajar dari Ki Hajar Dewantara dalam rangkaian acara Kuliah Umum Pembelajaran Berbasis TIK (PembaTIK) Level 4 Berbagi Tahun 2020.

Seperti apakah Guru Dalam Perspektif Merdeka Belajar: Belajar dari Ki Hajar Dewantara?

Berikut ringkasan dari penjelasan Dr. Iwan Syahril, Ph.D:

Guru Dalam Perspektif Merdeka Belajar: Belajar dari Ki Hajar Dewantara

1.    Memandang anak dengan rasa hormat

Perspektif Ekologis: Nature + Nurture

Pendidikan itu hanya bisa menuntun.

Namun faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak sangat besar.

 

Pendidik ibarat petani.

Seorang petani yang menanam padi hanya dapat menuntun tumbuhnya padi. Ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi, dan lain sebagainya. Meskipun pertumbuhan tanaman padi dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat iradatnya padi. Misalnya, ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung. Selain itu, ia juga tak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti halnya cara memelihara tanaman kedelai atau tanaman lainnya. Memang benar, ia dapat memperbaiki keadaan tanaman padi yang ditanam, bahkan ia dapat juga menghasilkan tanaman padi itu lebih besar daripada tanaman padi yang tidak diperlihara, tetapi mengganti kodratnya padi itu tetap mustahil.

 

ü  Convergentic-theorie. Anak lahir diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh tapi semua tulisan itu suram. Pendidikan berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan berisi baik agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan agar jangan menjadi tebal, bahkan jika bisa dibikin lebih suram.

ü  Pendidikan hanya ‘tuntunan’ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya anak-anak.

 

Guru yang memandang anak dengan rasa hormat akan menjadi guru pembelajar. Kuncinya adalah refleksi, dengan elemen-elemen utama:

a.         Kesadaran adanya masalah yang menimbulkan keingintahuan

b.        Kemampuan untuk framing the problem

c.         Kemampuan untuk reframing the problem

ü Bersikap terbuka

ü Menerima kemungkinan berbagai perspektif

§  data proses dan hasil belajar siswa

§  umpan balik siswa

§  berdiskusi dengan kolega di sekolah/kampus

§  meminta guru lain melakukan observasi

§  membuat video pengajaran

§  menulis jurnal refleksi

§  membaca buku/artikel ilmu profesi

§  dll.

d.        Kemampuan mengambil kesimpulan

 

2.    Mendidik secara holistik

Kerangka Utama Filosofi Ki Hajar Dewantara

Pendidikan Holistik: Budi Pekerti

ü  BUDI —> Batin —> Tri-Sakti

—> Pikiran + Rasa + Kemauan [Cipta + Rasa + Karsa]

PEKERTI —> Lahir —> Tenaga —> Raga

ü  Tidak ada dua budi pekerti yang sama sehingga kita dapat membedakan orang yang satu dengan lainnya.

ü  Kebersihan budi = bersatunya cipta-rasa-karsa = tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan

—> Hal ini akan membawa kepada kebijaksanaan.

 

3.    Mendidik secara relevan/kontekstual

Kerangka Utama Filosofi Ki Hajar Dewantara:

Kodrat Keadaan

 

ü  Kodrat Alam (Sifat, Bentuk)

§  Sifat pokok tiap-tiap kebudayaan adalah universal (perikemanusiaan)

§  Bentuk kebudayaan berbeda-beda sesuai kodrat alam

ü  Kodrat Zaman (Isi, Irama)

§  Isi kebudayaan timbul karena pengaruh zaman yang ditempati masyarakat

§  Irama kebudayaan adalah cara menggunakan segala unsur kebudayaan

 

 

“We are searching together for the best ways to the same goal — the highest human happiness.”

(Ki Hajar Dewantara, 1935)


“Saat ini kita hidup dalam masa transisi; segala sesuatu di sekitar kita mengalami perubahan. Hilangnya kebiasaan lama membuat kita sedih, namun disaat yang bersamaan hal-hal baru membawa kegembiraan. Terkadang kita tidak ingin mengubah adat, namun disaat lain kitalah yang ingin meninggalkan kebiasaan yang sudah tidak relevan lagi. Lambat laun kita akan menyadari bahwa percuma saja melawan hal yang tidak dapat dihindarkan dan segala sesuatu datang pada masanya. Akhirnya, kita akan berekonsiliasi dengan hal yang tak dapat dihindarkan tersebut, karena kita tahu bahwa yang datang bukanlah pilihan kita, namun merupakan kebutuhan kita.”

(Ki Hajar Dewantara, 1935)


Untuk lebih jelasnya, Sahabat dapat saksikan videonya dalam kanal YouTube Rumah Belajar berikut ini:


Demikianlah penjelasan dari Dr. Iwan Syahril, Ph.D tentang Guru Dalam Perspektif Merdeka Belajar: Belajar dari Ki Hajar Dewantara dalam kegiatan Kuliah Umum Pembelajaran Berbasis TIK (PembaTIK) Level 4 Berbagi Tahun 2020 dengan tema Berbagi Inovasi Pembelajaran TIK Mewujudkan Merdeka Belajar yang diselenggarakan oleh Pusdatin khususnya Rumah Belajar Kemendikbud.


Salam semangat,

Salam PembaTIK..!!!
Banten Jawara..  
Banten Juara..💪😉


Berbagi Inovasi Pembelajaran Berbasis TIK Mewujudkan Merdeka Belajar.


Merdeka Belajarnya, Rumah Belajar Portalnya, Maju Indonesia. 

#MerdekaBelajar
#NadiemMakariem
#PembaTIK2020
#pembatiklevel4
#tributetohendriwidiatmoko
#guruberbagi
#gurupenggerak
#RumahBelajar
#pendidikan
#DutaRumahBelajar
#DRB
#SahabatRumahBelajar
#SRB
#Pusdatinkemdikbud
#kemdikbud_ri
#BantenJawara
#BantenJuara

Post a Comment for "Guru Dalam Perspektif Merdeka Belajar: Belajar dari Ki Hajar Dewantara"